Nama Prabowo Subianto telah menjadi momok bagi
sebuah tragedi besar ditahun 1998. Tentu sebagian kalangan yang sudah
dewasa di tahun 1998 mudah mengasosiasikan Prabowo dengan suatu hal yang
menyeramkan. Prabowo Subianto diasosiasikan dengan Penculikan,
Penembakan Trisakti dan Dalang Kerusuhan Mei 1998. Benarkah?
Fakta Penculikan
Fakta-fakta ini saya paparkan berdasarkan kombinasi
data Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), Komnas HAM dan Komunitas
Semanggi Peduli. Berdasarkan data TGPF, Komnas HAM dan Semanggi Peduli,
total aktivis yang ditangkap / diamankan / diculik sebanyak 23 orang.
Sebelum masuk lebih jauh, harus disamakan
terlebih dahulu penggunaan istilah dalam bahasan ini. Kosakata umum yang
digunakan adalah Penculikan, istilah yang sangat provokatif dan
tendensius. Namun sesungguhnya, dalam kacamata negara dan aparat,
kosakata yang digunakan adalah pengamanan atau penangkapan.
Perlu diingat, situasi Indonesia saat itu cukup
genting. Ancaman bom menghantui gedung-gedung Sudirman. TVRI terus
menerus menayangkan kabar-kabur soal ancaman bom. Aktivis Fretilin
ditemukan membawa bom di Demak. Dalam situasi genting di tengah ancaman
bom, Presiden Soeharto lancarkan Operasi Mantap Jaya untuk pengamanan
menjelang Sidang Istimewa MPR 1998.
Badan Intelijen ABRI (BIA) ditugaskan
melaporkan daftar nama orang / aktivis yang dianggap berpotensi
mengganggu stabilitas negara. Kemudian atas perintah Presiden Soeharto
kepada Panglima ABRI Wiranto, dilancarkanlah Operasi Mantap Jaya.
Pelaksana tugas Operasi Mantap Jaya adalah
Polri, Kopassus, Kodim Jakarta Timur dan ABRI non Kopassus. BIA bertugas
memberi informasi, kemudian Polri, Kopassus, Kodim Jakarta Timur dan
ABRI non Kopassus mengeksekusi lapangan.
Dari hasil penyelidikan Komnas HAM, BIA
mengeluarkan 18 nama yang diistilahkan sebagai Setan Gundul. Namun
berdasarkan fakta lapangan, total penangkapan sebanyak 24 orang,
kelebihan 6 orang dari target awal.
Berikut daftar 24 nama aktivis yang diamankan/ditangkap/diculik :
Kopassus (Tim Mawar) :
1. Haryanto Taslam (dibebaskan dan bergabung ke Gerindra)
2. Pius Lustrilanang (dibebaskan dan bergabung ke Gerindra)
3. Desmon J Mahesa (dibebaskan dan bergabung ke Gerindra)
4. Aan Rusdianto (dibebaskan dan bergabung ke Gerindra)
5. Andi Arief (dibebaskan dan menjadi Staff Istana)
6. Nezar Patria (dibebaskan dan menjadi Jurnalis)
7. Mugiyanto (dibebaskan dan menjadi Ketua IKOHI)
8. Faisol Reza (dibebaskan dan menjadi Staff Muhaimin Iskandar)
9. Rahardjo Waluyo (dibebaskan dan menjadi Ketua PSN Jokowi)
ABRI non Kopassus :
1. Yani Afri hilang (hilang sejak 7 Mei 1998)
2. Sonny (hilang sejak 26 April 1998)
3. Herman Hendrawan (hilang sejak 12 Maret 1998)
4. Deddy Hamdun (hilang sejak 29 Mei 1998)
5. Noval Alkatiri (hilang sejak 29 Mei 1998)
6. Ismail (hilang sejak 29 Mei 1998)
7. Suyat (hilang sejak 29 Mei 1998)
8. Petrus Bima Anugrah (hilang sejak Maret 1998)
9. Wiji Thukul (hilang sejak 1998)
Pasukan Lain (Tak Dikenal) :
1. Aristoteles Masoka (11 November 2001)
2. A Nasir (14 Mei 1998)
3. Hendra Hambalie (14 Mei 1998)
4. Ucok Siahaan (14 Mei 1998)
5. Yadin Muhidin (14 Mei 1998)
6. M Yusuf (7 Mei 1998)
Dari 24 nama yang diamankan/ditangkap/diculik, sebanyak 9 orang dibebaskan, sementara sisanya 15 orang hilang.
Kalau bicara soal operasi yang dituduhkan
kepada Prabowo Subianto, tentunya mengacu pada 9 nama yang ditangkap Tim
Mawar. Dan bukan kebetulan, hanya 9 orang itulah yang selamat dan
dibebaskan. Sementara 15 orang lainnya, dimana 9 orang ditangkap oleh
ABRI non Kopassus dan Pasukan Tak Dikenal, masih menghilang.
Pada Operasi Mantap Jaya, institusi yang
ditugaskan mengeksekusi lapangan Polri, ABRI non Kopassus, Kodim Jakarta
Timur dan Kopassus. Artinya 9 orang hilang yang dilakukan ABRI non
Kopassus itu dilakukan oleh Kodim Jakarta Timur, sedangkan 6 orang
hilang oleh Pasukan Tak Dikenal itu maksudnya adalah Polri. Tentunya ini
perlu penelusuran lebih lanjut, khususnya mengenai 15 orang hilang oleh
ABRI non Kopassus dan Pasukan Tak Dikenal.
Apakah 9 orang hilang ABRI non Kopassus itu mengacu pada Kodim Jakarta Timur?
Apakah 6 orang hilang oleh Pasukan Tak Dikenal itu mengacu pada Polri?
Mahkamah Militer telah mengadili Tim Mawar
dengan tuntutan Kesalahan Prosedur pada saat penangkapan. Ganjarannya
mulai dari pencopotan jabatan pemimpin Tim Mawar (seorang Mayor) hingga
penjara bagi pelaku kekerasan saat interogasi.
Kesalahan Prosedur yang dimaksud adalah Tim
Mawar menginterogasi dengan kekerasan tanpa koordinasi dengan atasan
(Kopassus). Hasil penyelidikan TGPF, Komnas HAM dan Mahkamah Militer
tidak menemukan adanya bukti perintah kekerasan saat interogasi Tim
Mawar. Itulah sebabnya, pengadilan Mahkamah Militer hanya memberi
hukuman kepada Tim Mawar, tidak kepada Prabowo Subianto.
Karena memang Prabowo Subianto bukanlah pihak
yang mendapat mandat menjalankan Operasi Mantap Jaya. Presiden Soeharto
memerintahkan pelaksanaan Operasi Mantap Jaya kepada Panglima ABRI saat
itu, Wiranto. Wiranto menjabat Panglima ABRI mulai 16 Februari 1998
hingga 26 Oktober 1999.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, agak aneh
kalau menuduh Prabowo Subianto sebagai pelaku penculikan aktivis.
Faktanya dari 24 aktivis yang ditangkap, terdiri dari operasi 3 tim : 9
orang ditangkap oleh Kopassus (Tim Mawar), 9 orang ditangkap oleh ABRI
non Kopassus dan 6 orang ditangkap oleh Pasukan Tak Dikenal.
Pengaitan Prabowo Subianto pada kisah
penangkapan didasarkan pada operasi Tim Mawar semata. Dan yang
orang-orang lupa adalah Tim Mawar sudah diadili dan diganjar oleh
Mahkamah Militer. Penyelidikannya Mahkamah Militer pun kombinasi antara
Komnas HAM dan TGPF.
Justru yang harus diselidiki lebih jauh adalah
Wiranto yang menjabat sebagai Panglima ABRI saat itu beserta Kodim
Jakarta Timur dan Polri. Jangan lupa, Polri saat itu masih berada dalam
struktur ABRI, di bawah Panglima ABRI Wiranto.
Fakta Penembakan Trisakti
Bicara soal fakta penembakan Trisakti yang juga
dituduhkan kepada Prabowo Subianto, saya bahas singkat. Fakta yang saya
pakai soal penembakan Trisakti adalah soal peluru penembakan. Hasil Uji
Balistik di Belfast, Irlandia Utara pada tahun 2000 menunjukkan bahwa
peluru penembakan Trisakti milik Unit Gegana Polri.
Peluru yang digunakan dalam penembakan Trisakti
berkaliber 5,56 mm, bukan peluru kaliber 7 mm milik Sniper Kopassus.
Fakta ini jelas menggugurkan semua asumsi dan tuduhan bahwa penembakan
Trisakti dilakukan oleh Kopassus perinta Prabowo Subianto.
Dan perlu diingat, Polri (Unit Gegana) saat itu
juga masih berada di bawah naungan ABRI di bawah perintah Panglima ABRI
Wiranto. Jadi saya tak mau debat kusir soal Prabowo dan penembakan
Trisakti, karena faktanya peluru berasal dari Polri Unit Gegana.
Fakta Kerusuhan Mei 1998
Satu lagi tuduhan yang mengatakan bahwa Prabowo
Subianto adalah Dalang Kerusuhan Mei 1998. Penyelidikan soal Kerusuhan
Mei 1998 dilakukan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). TGPF terdiri
dari unsur-unsur pemerintah, Komnas HAM dan LSM.
Hasil penyelidikan TGPF dapat di download disini http://semanggipeduli.com/tgpf/laporan.html
Laporan TGPF bertanggal 23 Oktober 1998 menyimpulkan antara lain (lihat Bab VII laporan TGPF)
Tertulis dengan jelas disitu bahwa TGPF meminta
pemerintah menyelidiki pertemuan Makostrad 14 Mei 1998. TGPF juga
meminta pemerintah menyelidiki peran Prabowo Subianto pada Kerusuhan Mei
1998.
Pemerintah lalu merespon hasil laporan TGPF tersebut dan melakukan penyelidikan lanjutan secara mendalam.
Dokumen ini ditandatangani oleh Menteri Sekretariat
Negara Muladi. Semula, Muladi merupakan pihak yang cukup keras menuduh
Prabowo terkait Kerusuhan Mei 1998. Namun fakta penyelidikan pemerintah
mengatakan kalau Prabowo tidak terkait dengan Kerusuhan Mei 1998.
Tertulis jelas bahwa hasil penyelidikan pemerintah dalam merespon laporan TGPF menyatakan (poin a) :
“Tentang Dugaan Keterlibatan Letjen TNI Prabowo
Subianto dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998, yang dimulai dengan adanya
pertemuan Makostrad, berdasarkan penyelidikan yang kami lakukan
ternyata tidak terdapat cukup bukti yang memperkuat dugaan tersebut.”
Pada poin b disebutkan :
“Kepada para pelaku penculikan aktivis dan
penembakan mahasiswa Trisakti telah diproses sesuai ketentuan hukum yang
berlaku dan kepada mereka yang telah terbukti bersalah telah dikenakan
sanksi hukuman berdasarkan Putusan Hakim (Mahmil) sesuai dengan tingkat
kesalahannya”
Dari fakta tersebut, hasil penyelidikan TGPF
bersama Komnas HAM dan pemerintah juga militer, Prabowo tidak terkait
dengan yang dituduhkan. Pihak-pihak yang bersalah dan terkait dengan
penculikan, kerusuhan , penembakan telah diberikan sanksi.
Lantas atas alasan apa Prabowo masih
dikait-kaitkan dengan persoalan HAM? Alasan politis? Ataukah segala
tuduhan HAM kepada Prabowo ini bentuk Kampanye Hitam dari Jokowi?
#MELAWANFITNAH dengan #FAKTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar